Info Politik Terbaru

Uha Tantang Elite Parpol Lokal

KUNINGAN – Surat Keputusan Bersama (SKB) dari Menteri PAN-RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua Komisi ASN, dan Ketua Bawaslu RI Tentang pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaran Pemilu dan Pemilihan merupakan pedoman penting yang bertujuan menjaga netralitas ASN dalam proses Pemilu dan Pilkada.

Ketua LSM Frontal, Uha Juhana menyampaikan bahwa beberapa poin kunci dari SKB tersebut, yaitu tujuan SKB dibuat untuk memastikan bahwa ASN bersikap netral dalam setiap tahap penyelenggaraan pemilu dan pilkada. Sehingga mencegah terjadinya konflik kepentingan dan menjaga profesionalisme ASN dalam melaksanakan tugasnya.

Lalu, masih Uha, SKB itu sebagai pedoman Netralitas ASN diwajibkan untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis, termasuk tidak menghadiri kampanye, tidak menjadi anggota tim sukses, dan tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik.

Kemudian, lanjut Uha, pengawasan dan pembinaan SKB ini menegaskan peran pengawasan oleh Bawaslu dan Komisi ASN, serta pembinaan oleh instansi terkait untuk memastikan ASN mematuhi prinsip netralitas. Bawaslu dan Komisi ASN memiliki kewenangan untuk melakukan pemantauan dan mengambil tindakan terhadap pelanggaran.

“Sanksi bagi Pelanggar ASN yang melanggar ketentuan netralitas akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Sanksi tersebut bisa berupa teguran lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan gaji, penurunan pangkat, hingga pemberhentian dari jabatan,” ujar Uha.

Uha juga menyebutkan bahwa mekanisme Pelaporan SKB ini juga mengatur mekanisme pelaporan bagi ASN yang mengetahui adanya pelanggaran netralitas. Laporan dapat disampaikan kepada atasan langsung atau melalui jalur resmi ke Bawaslu atau Komisi ASN.

“Kemudian adanya kampanye dan Media Sosial ASN dilarang menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten politik atau menunjukkan dukungan kepada calon tertentu. Hal ini mencakup tidak menyukai, mengomentari, atau membagikan konten politik yang bisa diartikan sebagai dukungan atau penolakan terhadap calon tertentu,” jelas Uha.

Pendidikan dan Pelatihan Instansi pemerintah, dikatakan Uha, diwajibkan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada ASN tentang pentingnya netralitas dalam pemilu dan pilkada. Ini termasuk sosialisasi mengenai peraturan dan konsekuensi dari pelanggaran netralitas.

Kemudian, dikatakan Uha, koordinasi Antar Lembaga SKB ini menekankan pentingnya koordinasi antara Kementerian PAN-RB, Kementerian Dalam Negeri, BKN, Komisi ASN, dan Bawaslu dalam mengawasi dan membina netralitas ASN. Kerjasama antar lembaga ini diharapkan dapat memperkuat pengawasan dan penegakan aturan netralitas. Secara keseluruhan SKB ini merupakan upaya terkoordinasi untuk memastikan bahwa ASN tetap netral dan profesional dalam setiap penyelenggaraan pemilu dan pilkada, sehingga proses demokrasi dapat berjalan dengan baik dan adil.

Lalu, Uha menyampaikan, mekanisme untuk ASN Sesuai surat dari Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor : 3842/B- AU.02.01/SD/K/2024 tanggal 4 Juni 2024 yang ditujukan kepada Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) perihal tentang Penegasan Terkait Cuti Di Luar Tanggungan Negara (CLTN) maka ASN yang masih dalam jabatan dan ingin mencalonkan diri sebagai bupati atau anggota dewan di daerah harus mengikuti mekanisme yang diatur oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia.

“Langkah-langkah dimaksud adalah Pengunduran Diri dari Jabatan ASN yang ditandai dengan Surat Pengunduran Diri ASN yang bersangkutan harus mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan dan status kepegawaiannya. Surat pengunduran diri ini diajukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansinya,” jelas Uha.

Untuk Proses Pengunduran Diri, dikatakan Uha, PPK akan memproses pengunduran diri tersebut. Proses ini termasuk verifikasi keabsahan niat pencalonan ASN yang bersangkutan. Kemudian ada Surat Keputusan Pengunduran Diri Setelah verifikasi selesai, PPK akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengunduran diri ASN tersebut. SK ini menjadi bukti sah bahwa yang bersangkutan telah resmi mengundurkan diri dari status ASN,” jelas Uha.

Tahap selanjutnya bagi ASN yang maju, yaitu Pendaftaran Sebagai Calon dan memang cukup panjang prosesnya, yaitu Pendaftaran ke KPU Daerah.  Setelah pengunduran diri diterima, mantan ASN dapat mendaftarkan diri sebagai calon bupati atau anggota dewan legislatif (DPRD) di daerah. Proses pendaftarannya mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Pemilu dan Peraturan KPU.

“Untuk Pemenuhan Persyaratan, Mantan ASN harus melampirkan semua dokumen yang diperlukan, termasuk SK pengunduran diri dari ASN, surat keterangan tidak pernah dipidana, dan dokumen pendukung lainnya sesuai dengan persyaratan KPU. Kemudian ada tahap  Verifikasi dan Penetapan Calon, Verifikasi Berkas sendiri akan dilakukan oleh KPU, hingga penetapan calon,” jelas Uha.

Setelah ditetapkan sebagai calon, dikatakan Uha, mantan ASN berhak untuk mengikuti seluruh tahapan kampanye dan pemilihan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kegiatan kampanye harus sesuai dengan peraturan KPU dan tetap menjaga etika serta aturan yang ada.

Namun untuk Sanksi atas Pelanggaran, Uha mengingatkan, jika seorang ASN mencalonkan diri tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri dari jabatannya, maka pelanggaran dapat dilaporkan ke Bawaslu atau KASN, yang akan melakukan investigasi terhadap kasus tersebut.

“Jika terbukti, ASN tersebut dapat dikenakan sanksi administratif hingga pemecatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan regulasi terkait lainnya. Ketentuan Regulasi Mekanisme ini diatur dalam beberapa regulasi penting : – Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara – Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah Peraturan KPU tentang Pencalonan dalam Pemilu Dengan mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan,” kata Uha.

Uha berharap, ASN yang ingin mencalonkan diri sebagai pejabat publik dapat melakukannya tanpa melanggar prinsip netralitas ASN dan aturan hukum yang berlaku. Melanggar etik terkait aturan dalam Pilkada tergantung pada interpretasi dan penegakan hukumnya. Namun, jika aturan PKPU No. 2 Tahun 2024 telah jelas menetapkan waktu dan kapan alat peraga boleh digunakan, maka menggunakan alat peraga lebih awal bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap aturan tersebut. Terlebih lagi jika bakal calon tersebut masih aktif sebagai pejabat tinggi negara, hal ini bisa menciptakan persepsi tidak adil dan mempengaruhi proses demokratis dalam Pilkada.

Lalu. Pada Keputusan Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian, diantaranya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), yang diajukan oleh delapan orang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dimana dalam keputusannya ASN tidak perlu mundur pada saat mendaftar tetapi wajib mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai calon Kepala Daerah. Mahkamah Konstitusi (MK) menilai demi memenuhi tuntutan kepastian hukum yang adil, maka pengunduran diri dimaksud dilakukan bukan pada saat mendaftar, melainkan pada saat yang bersangkutan telah ditetapkan secara resmi sebagai calon oleh penyelenggara pemilihan.

“Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS harus dilakukan bukan sejak mendaftar sebagai calon melainkan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS dilakukan sejak ditetapkan sebagai calon peserta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden serta Pemilu Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,”

Mengetahui adanya pelanggaran terhadap asas netralitas ASN dan menemukan bukti yang kuat terkait persoalan tersebut, Uha meminta maka tinggal melaporkan saja melalui mekanisme yang dapat disampaikan kepada atasannya langsung atau melalui jalur resmi kepada Bawaslu dan Komisi ASN. Bukan malah berpolemik di media massa seperti maling teriak maling karena bagaimanapun juga sebagai bagian dari elite politik lokal mereka mempunyai kepentingan politik dalam Pilkada Kuningan mendatang.

“Pertanyaan besarnya apakah mereka berani,” sindir Uha. (red)

Related posts

Mutiara Pagi Sabtu 24 Mei 2025, Apa Hakikat Dunia Ini? Kita Tidak Tahu Kapan Akan Kembali Kepada Allah

Redaksi

Rentan Dimanipulasi, Pegawai Lingkup Setda Absen Lewat Aplikasi dan Manual

Redaksi

32 PAC Partai Gerindra Nyatakan Solid Dan Kawal Toto Tohari Hingga Jadi Ketua Definitif

Redaksi

Leave a Comment