Info Terbaru

Sopandi : KPU harus Dampingi Korban Saat Berproses Hukum

KUNINGAN – Belum reda keprihatinan kasus Ketua KPU RI, kini terjadi di Kuningan belum lama ini terjadi pelecehan seksual terhadap Ketua PPK dan kebetulan pelakunya adalah anggota PPK. 

Ini adalah alarm bahwa Kuningan tidak aman dari ancaman pelecehan dan kekerasan seksual. Rangkaian serupa terus terjadi di semua lini kehidupan. 

“Miris lagi, perhatian terhadap ancaman ini tidak ada di visi misi para calon pemimpin Kuningan,” kata Seorang Dosen di Kuningan, Sopandi.

Semoga saja kasus ini, lanjut Sopandi, bukan penomena gunung es yang menimpa para perempuan-perempuan lain di lingkungan penyelenggara atau lebih luasnya lagi bagi para perempuan di Kabupaten Kuningan.

“Ke depan, pemilihan para penyelenggara atau badan adhock tidak mengedepankan kedekatan emosional dan administratif. Harus menyaring para kandidat yang disiinyalir bermasalah dalam perlindungan perempuan dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya,” ujar Sopandi

Kasus pelecehan seksual di lingkungan penyelenggara Pemilu yang terus bermunculan tidak lepas dari lemahnya proses rekrutmen.  Karena itu, sebagai tahap awal penentuan siapa saja yang layak jadi penyelenggara atau badan adhock, tahapan rekrutmen harus dievaluasi.

Umum diketahui, tahapan pemilihan panitia penyelenggara Pemilu dari tingkat pusat sampai daerah, bahkan badan ad hock sangat kental dengan hubungan emosional atau ikatan organisasi, baik kepemudaan maupun organisasi masyarakat. Bahkan dinamika belakangan ini, unsur Partai Politik disinyalir atau diduga kuat ikut andil dalam setiap tahapannya. 

Pola rekrutmen demikian cenderung mengabaikan tahapan seleksi yang transparan dan kredibel, terutama dalam penyaringan aspek kejiwaan dan kecenderungan psikologis para calon.

“Ada sederet administrasi, termasuk salah satunya keterangan sehat jasmani dan rohani, tapi belum seutuhnya memberikan keterangan atau informasi yang sebenarnya dari setiap pelamar,” 

Selain kemampuan konsep dan teknis penyelenggaraan Pemilu, pada tahap seleksi ini setidaknya ada pengecekan latar belakang para kandidat dalam hal komitmen pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual. Hal ini cukup penting mengingat penmena tersebut sudah sangat menghawatirkan dan memakan korban yang tidak sedikit.

“Riwayat hidup, apakah pernah tersadung kasus pelecehan seksual atau jenis pelanggaran lainnya harus terkonfirmasi dengan baik. Jika ditemukan potensi atau pernah melakukan pelanggaran tidak selayaknya diloloskan menjadi penyelenggara,” jelas Sopandi

Keterangan tersebut idealnya muncul pada tahap tanggapan masyarakat. Hanya saja jika melihat respon masyarakat yang kurang signifikan, pengecekan riwayat hidup dalam hal ini harus lebih diperhatikan dalam bentuk skema khusus misalnya rekomendasi dari hasil tes kejiwaan 

“Tes kejiwaan harus memunculkan orientasi para calon atau pelamar. Kalau lolos begitu saja, yang kena dampak buruk adalah lembaga atau instansi itu sendiri, yaitu KPU,” kata Sopandi.

Selain pola rekrutmen, orientasi bimbingan teknis yang berbasis hotel juga ada baiknya dipertimbangkan ulang. Apakah hal itu wajib atau memungkinkan ada opsi lain yang lebih efisien tetapi tidak mengurangi esensi bimtek itu sendiri, kenapa tidak memilih tempat yang lebih inklusif. Selain untuk menghidari prilaku atau tindakan tidak senonoh, juga dalam rangka efisiensi anggaran.

“Dengan kejadian ini, harusnya KPU juga memberikan perlindungan kepada korban, meskipun secara adminitrasi pelaku sudah dikeluarkan dari anggota PPK, namun kasus yang masih berproses dikepolisian KPU andil mendampingi “anaknya” yang sedang berproses hukum sebagai korban,” ungkap Sopandi. (red)

Related posts

KDM Beri Angin Segar Untuk Kuningan, Pembangunan JLTS Akan Dilanjutkan

Redaksi

Selasa 27 Mei 2025 Mobil Samsat Keliling Ada Fajar Mandirancan, Pasar Krucuk dan Ciniru, Ini Persyaratan yang Harus Dibawa

Redaksi

Menuju Kuningan Gemilang, Gemah Ripah, Maju Berkelanjutan dan Berdaya Saing 2045

Redaksi

Leave a Comment