KUNINGAN – Dalam lintasan sejarah, nama-nama besar seringkali terpatri bukan hanya melalui catatan resmi negara, melainkan juga melalui ingatan kolektif masyarakat yang merasakan dampak perjuangannya. Salah satunya adalah Eyang Kiyai Hasan Maolani, ulama pejuang asal Kuningan yang namanya kini diabadikan sebagai salah satu jalan utama di Kabupaten Kuningan.
Peresmian nama jalan ini bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk pengakuan atas kontribusinya yang luar biasa bagi masyarakat dan bangsa. Hal tersebut disampaikan Perwakilan Paguyuban Keluarga Besar Eyang Kyai Hasan Maulani, Dr. KH. Didin Nurul Rosyidin, MA.
Disampaikan Kyai Didin, Eyang Kiyai Hasan Maolani bukanlah sosok biasa. Ia adalah seorang ulama yang pengaruhnya begitu besar hingga membuat penjajah Belanda merasa terancam. Dibuang ke berbagai tempat, termasuk Menado, ia dipisahkan dari keluarga dan tanah kelahirannya.
Namun, keteguhannya dalam memperjuangkan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan tetap tak tergoyahkan. Bahkan, sarjana Belanda G.W.J. Drewes mengkajinya secara khusus dalam disertasi berjudul Drie Javansche Goeroe’s, yang dipertahankan di Universitas Leiden pada 1925. Ini membuktikan betapa besarnya pengaruh Kiyai Hasan Maolani hingga menarik perhatian akademisi kolonial.
Pengabadian nama Eyang Kiyai Hasan Maolani sebagai nama jalan utama di Kuningan, menurut Didin memiliki makna yang mendalam. Pertama, ini adalah bentuk penghargaan terhadap sejarah lokal yang seringkali terabaikan.
Seperti dikatakan Presiden Sukarno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya.”
Kedua, langkah ini memperkuat upaya menjadikannya sebagai pahlawan nasional. Selama ini, meski telah ada pengakuan lokal, seperti penamaan jalan kecil dan penetapan rumahnya sebagai cagar budaya, apresiasi tingkat nasional masih perlu diperjuangkan.
Kebijakan Pemkab Kuningan untuk mengabadikan nama Kiyai Hasan Maolani, menurut Kyai Didin, juga mencerminkan komitmen membangun epistemic culture, budaya ilmu pengetahuan yang berakar pada sejarah.
Francis Bacon pernah berkata, “Knowledge itself is power.” Dengan menghidupkan kembali tokoh-tokoh inspiratif seperti Kiyai Hasan Maolani, masyarakat diajak untuk tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga menjadikannya sebagai pijakan membangun masa depan.
Kuningan, lanjut Kyai Didin memiliki visi sebagai daerah yang agamis, dan memiliki tokoh seperti Kiyai Hasan Maolani adalah aset berharga. Ia bisa disejajarkan dengan nama-nama besar seperti Imam Bonjol, KH Hasyim Asy’ari, atau KH Abdul Halim Majalengka. Namun, perjuangan untuk mencapainya memerlukan dukungan kolektif, baik dari pemerintah maupun masyarakat.
Kyai Didin menyebutkan bahwa Masa Lalu sebagai Pijakan Masa Depan, Seperti kata sejarawan Stephen Ambrose, “Masa lalu adalah sumber pengetahuan dan masa depan adalah sumber harapan. Cinta masa lalu menyiratkan keyakinan akan masa depan.”
“Peresmian nama jalan ini adalah bukti bahwa Kuningan tidak melupakan sejarahnya. Semoga langkah ini menjadi awal bagi kebangkitan kesadaran sejarah yang lebih besar, sekaligus dorongan untuk menjadikan Kiyai Hasan Maolani sebagai pahlawan nasional,” ungkap Kyai Didin.
Terakhir Kyai Didin menegaskan bahwa Kuningan tidak hanya perlu melesat dalam pembangunan fisik, tetapi juga dalam menghargai jasa para pendahulunya. Dengan begitu, kemajuan yang dicapai akan memiliki akar yang kuat dan makna yang mendalam. (Red)