KUNINGAN- Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kuningan bisa meningkatkan dengan melestarikan seni kreatif Angklung sebagai branding daerah. Hal tersebut disampaikan Anggota DPR RI Yanuar Prihatin.
“Ada beberapa pilihan untuk menentukan branding Kabupaten Kuningan tetapi parameternya harus jelas dan logis,” ungkap Yanuar.
Yanuar menyampaikan ada lima alternatif, pertama, Kota Industri. Apakah kondisi lokalnya kompatibel atau tidak. Kemudian, geografisnya, memungkinkan atau tidak. Bicara kota industri, Kabupaten Majalengka lebih leading karena akses ke jalan tol, pelabuhan dan bandara lebih dekat. Makanya untuk Kabupaten Kuningan bukan pilihan karena membuang waktu, pikiran dan anggaran.
“Orang akan memilih investasi industrialisasi ke Majalengka dibandingkan ke Kuningan,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu.
Pilihan kedua, Kota Jasa dan Perdagangan, menurut Yanuar, icon itu sudah diambil Kota Cirebon karena letak geografis perlintasan. Pilihan ini jangan dipaksakan oleh Kuningan.
Lalu, Ketiga, lanjut Yanuar, Kota Pendidikan, harus dipertimbangkan persaingan dengan daerah lain yang sudah puluhan tahun berinvestasi di dunia pendidikan, misalnya Bandung dan Yogyakarta.
“Jadi meng-up Kuningan sebagai kota pendidikan di masa depan kalah bersaing dengan daerah lain, sehingga tidak memungkinkan,” sindir Yanuar.
Keempat, Yanuar menjelaskan, Pusat Kerajinan Berbasis UMKM, Kuningan kalah oleh Bali karena disana banyak warga yang ahli membuat patung dan seni ukir.
“Jangankan dengan Bali, menurut saya dibandingkan daerah tetangga lebih maju Tasik dan Ciamis,” kata Yanuar.
Kemudian pilihan pariwisata. Yanuar menyebut bahwa Bidang pariwisata ini ada tiga klaster, pertama, berbasis alam (Gunung Ciremai).
“Saya tanya kalau orang ditawari wisata ke Gunung Ciremai atau Gunung Bromo, orang akan memilih Gunung Bromo. Artinya pariwisata berbasis alam di Kuningan persaingan dengan daerah lain sangat berat,” ungkap Yanuar.
Namun, Yanuar member masukan bahwa wisata alam Gunung Ciremai masih bisa dilakukan tetapi bukan sebagai branding Kabupaten Kuningan yang menjadi icon untuk mendatangkan peningkatan ekonomi.
“Selanjutnya, pariwisata berbasis spiritual (wisata religi) Kuningan kalah oleh Cirebon ada Gunung Jati,” kata Yanuar.
Terakhir, pariwisata berbasis seni kreatif, kekuatannya ada pada manusianya, orisinal ide inovasi tetapi harus ada dasar, maka lima ukuran harus dipakai. Terdiri dari, akar sejarahnya, mudah dipublikasi, memasyarakat, investasi murah, pasar internasional sudah terbentuk.
“Jika syarat ini sudah ada di Kuningan maka seni kreatifnya bisa dilakukan. Setelah saya mencari data ternyata pencipta tangga nada pada alat seni angklung semula pentatonis (tradisional) menjadi diatonis (modern) berasal dari wilayah Citangtu Kabupaten Kuningan,” ungkap Yanuar.
Seni musik angklung diatonis sejak diperkenalkan ketika HUT Perundingan Linggajati, diakui Yanuar sudah bisa mendunia. Jika saja di Kabupaten Kuningan bisa menyelenggarakan festival angklung internasional setahun dua kali maka akan mendatangkan uang dari luar. “Mulai dari hotel, restoran, pengrajin bambu dan lainnya sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” jelas Yanuar.