KUNINGAN – Diketahui bersama saat ini Polda Jabar sedang melakukan pemanggilan undangan Wawancara Klarifikasi Perkara kepada para pejabat Kuningan oleh penyelidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar mulai dari tanggal 3 Oktober 2024 dalam kasus adanya dugaan tindak pidana di bidang penataan ruang terkait diterbitkannya surat rekomendasi perizinan pembangunan Hotel Santika Premiere Kuningan oleh Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) yang berlokasi di Kawasan Objek Wisata Linggajati, tepatnya di Desa Bojong Kecamatan Cilimus dan termasuk juga dalam wilayah Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) untuk jalur evakuasi kalau terjadi bencana alam.
Ketua LSM Frontal,Uha Juhana menyebutkan bahwa beberapa pejabat Pemda Kuningan baik yang masih menjabat atau yang sudah pensiun telah dipanggil dan akan diperiksa oleh Penyidik Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat adalah mereka yang mengetahui dan diduga terlibat dengan kasus tersebut. Tujuan diadakannya pemanggilan adalah agar terwujudnya kepastian hukum dan prinsip bahwa semua orang sama atau setara di depan hukum dan hukum ditegakkan tanpa pandang bulu atau tidak ada tebang pilih. Bahkan informasi yang didapat pada hari Rabu tanggal 23 Oktober 2024 telah dilakukan pemanggilan klarifikasi oleh Polda Jabar kepada Owner dari Hotel Santika Premiere Kuningan.
Beberapa dugaan temuan yang menjadi catatan dalam keluarnya surat rekomendasi perizinan Hotel Santika Premiere Kuningan untuk permohonan pengajuan Perizinan Pembangunan dan Perizinan Fasilitas adalah adanya penggunaan Ruang Milik Jalan (Rumija) dan lahan hijau yang terpakai menuju pintu masuk gerbang hotel dengan panjang kurang lebih mencapai 30 meter tanpa adanya AMDAL Lalin dari Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat.
“Karena itu merupakan jalan provinsi mestinya ada izin terlebih dahulu kepada pihak yang mempunyai kewenangan terkait itu yaitu Dishub Provinsi Jawa Barat sebelum jalan itu dibuat, tapi itu tidak ada, jelas pelanggaran berat. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) yang dikeluarkan oleh Dinas PUTR Kuningan yang menjadi landasan dasar keluarnya surat PBG dari Dinas DPMPTSP (Perizinan) tidak sesuai dengan kajian Tata Ruang. Mengakali aturan sehingga daerah yang tadinya masuk dalam zona merah bisa berubah menjadi zona hijau. Itu sebenarnya yang menjadi awal sumber masalah menjadi temuan adanya pelanggaran hukum,” jelas Uha.
Kemudian, lanjut Uha, luasnya tempat Hotel Santika Premiere Kuningan dibangun ternyata berada diatas
tanah pertanian Lahan Sawah Dilindungi (LSD), daerah resapan dan sumber mata air yang jelas melanggar keras Perda LP2B dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Apalagi penggunaan LSD harus mendapatkan izin dari Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Menteri ATR/BPN yang nantinya akan menetapkan peta lahan sawah yang dilindungi berdasarkan usulan yang diajukan oleh Ketua Tim Terpadu Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.
Temuan hasil terlusur, lanjut Uha, ada perbedaan isi dalam berkas antara tanggapan yang ditulis tangan olehnya dengan apa yang dicetak dalam dokumen TKPRD. Ini menjadi pertanyaan besar tentang bagaimana juga tanggapan yang asli dan benar dari para anggota TKPRD lainnya yang ikut menandatangani dan memberikan tanggapan dalam risalah Berita Acara Hasil Rapat (BAST) untuk Rencana Pembangunan Hotel Santika Premiere dan Rencana Pembangunan Ballroom, Villa, dan Fasilitas Olahraga Fisik dan Elektronik yang dilaksanakan pada tanggal 07 Juni 2021 bertempat di ruang rapat Linggajati Setda Kabupaten Kuningan.
“Apakah tanggapan mereka semuanya jujur atau malah dimanipulasi atau dirubah oleh oknum yang tidak bertanggungjawab demi kepentingan sesaat mencari rente. padahal lahan lokasi tersebut juga menjadi jalur evakuasi kalau terjadi bencana alam yang termasuk dalam lingkup Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Itulah mengapa dulu sebelum dibangun menjadi hotel sempat terjadi penolakan keras dari masyarakat sekitar,” kata Uha
Ditambah lagi, masih Uha, adanya dugaan bahwa kajian Amdal dari Dinas LH nya dimanipulasi untuk memperlancar keluarnya perizinan proyek hotel tersebut. Apalagi kalau melihat isi dari Surat Keputusan (SK) perihal Rekomendasi dengan huruf yang ditulis tebal dari Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) Kabupaten
Kuningan Nomor 650/KPTS.20.TR/2021 pada tanggal 25 Juni 2021 dimana telah memutuskan dan menetapkan bahwa Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 26 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan Tahun 2011-2031, bahwa lokasi Rencana Kegiatan Pembangunan Hotel Santika Premiere Desa Bojong Kecamatan Cilimus dengan luas lahan + 16.374 m2 berada pada Kawasan Rawan Letusan
Gunung Berapi. Pengajuan perizinan Pembangunan Hotel yang diajukan oleh PT. Sumber Terang Sejahtera dan pengajuan perizinan pembangunan Ballroom, Villa dan Fasilitas Olahraga Fisik dan Elektronik oleh PT. Sumber Berkat Indonesia sebagai developer pada kenyataannya telah menimbulkan masalah serta pro dan kontra baik dikalangan internal pemerintah daerah maupun masyarakat.
Di satu sisi membuka lapangan kerja, lanjut Uha, namun di sisi lain juga memberikan dampak negatif karena tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan. Seharusnya pemerintah daerah Kabupaten Kuningan tidak memberikan izin pembangunan Hotel Santika Premiere yang juga berada di wilayah catchment area (daerah tangkapan air) karena harus dijaga. Ini demi kelangsungan hidup generasi masa depan. Mulai dari lahan sawah, mata air hingga tumbuh-tumbuhannya harus dilindungi agar tetap terjaga. Tidak boleh dihabiskan dengan dalih kepentingan ekonomi, bahkan kepentinganagama sekalipun atau kesehatan, karena catchment area lebih penting.
“Pemerintah Kabupaten Kuningan seharusnya bertanggung jawab dalam menjaga dan mengatur pemanfaatan penggunaan lahan sesuai regulasi yang berlaku. Apabila dalam pelaksanaan pembangunan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan teknis maka DPMPTSP berhak mencabut perizinannya. Bahkan pihak Satpol PP Kabupaten Kuningan bisa melakukan penegakan hukum dengan melakukan penyegelan bangunan kepada pihak yang melakukan penyimpangan dan melanggar ketentuan terhadap Perda LP2B. Dimana sesuai prinsip dasar dalam penataan ruang daerah harus ada pembatasan dalam pengelolaan sumber daya alam bukan malah main mata dengan pengusaha berduit. Seharusnya TKPRD menjadi penjaga gawang dalam pengambilan keputusan terkait
kebijakan penataan ruang daerah bukan malah membuat gol bunuh diri,” kata Uha
Lebih parahnya lagi, masih Uha, DPRD Kuningan diam membisu seperti macan ompong, mestinya mereka segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait masalah kasus penyimpangan keluarnya perizinan Hotel Santika Premiere. Sehingga nanti mereka akan terlihat seperti sedang berjuang membela rakyat sesuai janji kampanye. Tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Terlalu bodoh apabila penyidik Polda Jabar membuat Surat Perintah (SPRIN) kalau memang tidak ada temuan dan masalah, pertaruhannya tentu kehormatan lembaga. Apalagi berhadapan dengan pihak manajemen dari Hotel Santika yang termasuk ke dalam korporasi besar nasional.
Kapolda Jabar saat ini adalah pemenang penghargaan Hoegeng Awards untuk kategori Polisi Berintegritas. Hampir pasti para penyidik dari Polda Jabar tidak akan berani bermain-main dalam penanganan perkara karena bisa berakibat merusak kredibilitas pimpinannya sendiri.
“Untuk itu kami mendesak kepada Kapolda Jawa Barat Irjen. Pol. Dr. Akhmad Wiyagus, S.I.K., M.Si., M.M. untuk segera menuntaskan kasus perizinan Hotel Santika Premiere yang saat ini tengah menjadi sorotan luas masyarakat Kuningan,” ungkap Uha (red)